Muwashaffat Muslim

Muwashaffat Muslim
Assalamu'alaikum wr.wb

Selasa, 15 Mei 2012

Bangunlah dari Bawah



                Terkadang, kita berfikir bahwa untuk menghasilkan sesuatu yang besar kita harus menjadi orang besar. Kita menganggap bahwa dengan menjadi orang yang berkedudukan tinggi ataupun memiliki figuritas yang besar dapat menghasilkan pengaruh yang besar dan dapat mempengaruhi orang lain. Hal ini mungkin memang penting, tapi apakah ini menajdi yang utama? Dalam da’wah kita sering berucap bahwa kita harus menjadi seorang yang memiliki kedudukan tinggi jika da’wah kita mau didengar. Tapi, terkadang hal ini terlalu diutamakan sehingga kita rela mengorbankan segalanya demi merebut kekuasaan atau pengaruh bahkan terhadap hal paling fundamental yakni ibadah kita.
                Tidak dipungkiri bahwa dengan kekuasaan kita memang bisa mempengaruhi seseorang. Tapi, apakah itu menjadi sesuatu yang melekat? Apakah ketika kekuasaan itu hilang orang yang terpengaruh terhadap kita tetap mengikuti kita? Saudaraku, Islam tidak dibangun atas sebuah doktrinasi ataupun paksaan (Q.S 2 : 256) tetapi Islam dibangun atas keimanan yang kuat, Tauhid yang menyeluruh, dan tentunya punya sebuah hikmah dalam penyampaiannya. Rasulullah Salallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita bahwa beliau membangun masyarakat Islam dari bawah bagaimana beliau membina sebuah masyarakat menjadi sebuah masyarakat yang kuat dari segi keimanan dan ketaqwaan. Suatu hari melalui pamannya Abu Thalib beliau pernah ditawari 3 hal oleh orang kafir Quraisy wanita, tahta ,dan harta. Namun, beliau hanya menjawab “wahai pamanku, seandainya mereka memberikan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku tapi bila tebusannya adalah da’wah maka aku tidak akan menerimanya”.
                Bukan hanya tentang sebuah kekuasaan, tetapi juga sebuah figuritas. Terkadang kita juga mengorbankan segalanya demi meraih figuritas. Berapa banyak orang yang rela meninggalkan identitas keislamannya sehingga ia rela membaur secara berlebihan untuk mendapatkan sebuah figuritas di suatu golongan. Padahal, apakah figuritas harus didapat dengan cara berbaur berlebihan? Bukankah Rasulullah Salallahu 'alaihi wa sallam pun menjadi publik figur tanpa harus mengorbankan identitasnya sebagai seorang Muslim? Apakah ini yang kita cari? Kita sedang mencari kekuasaan dan popularitas atau da’wah dan ridho Allah Subahanallahu wa Ta'ala? Ketahuilah saudaraku, jika kita beranggapan bahwa da’wah kita tidak diterima hanya karena kita tidak memiliki kekuasaan itu adalah sebuah hal yang tidak pantas sebab dimana pun posisi kita, kita wajib berda’wah. Begitu juga dengan figuritas jangan pernah beranggapan bahwa figuritas hanya bisa di dapat dengan membaur secara berlebihan sampai meninggalkan identitas kita sebagai muslim. Karena figur seorang muslim jauh lebih baik dari itu semua. Kenapa kita tidak menjadi seorang muslim sejati saja seperti yang dilakukan Rasululllah Salallahu 'alaihi wa sallam, menjadi seorang yang jujur, tepat waktu, ramah, dermawan dll. Bukankah ini jauh lebih tepat?
                Sejarah Islam telah mengajarkan kita bahwa jumlah, kekuasaan, dan kekuatan tidak akan berguna tanpa adanya pertolongan Allah Subahanallahu wa Ta'ala. Mulai dari kisah Rasulullah Salallahu 'alaihi wa sallam yang telah saya ceritakan di atas, kemudian kisah beliau ketika perang Hunain hingga dikisahkan dalam Q.S 9 : 25, dilanjutkan pada sebuah kisah di zaman Khalifah Umar bin Khatab Radiyallahu Anhu ketika beliau memecat Khalid bin Walid sebagai panglima perang diakibatkan pada pasukan kaum muslim mulai muncul bibit-bibit kemusyrikan yang menganggap bahwa jika panglimanya adalah Khalid bin Walid maka pasukan akan selalu menang, serta yang terakhir adalah ketika pasukan Muhammad Al-fatih berhasil merebut Konstatinopel dan Rasulullah Salallahu 'alaihi wa sallam menyebutnya sebagai sebaik-baik panglima dan pasukannya sebaik-baik pasukan. Sejarah selalu berulang dimana kekuatan keimanan selalu menang.  
                Lantas bagaimana hal ini bisa muncul diantara kita? Mungkin sebuah pertanyaan ini akan bisa menjawab. “Pada fasa apa kaum muslim memiliki kemajuan pesat atau bisa dikatakan paling berjaya?” mungkin banyak diantara kita yang menjawab pada fasa Bani Abasyiah saat pengetahuan maju atau saat Turki Utsmani ketika kita menjadi sebuah kekuatan yang amat ditakuti. Tapi, jawaban yang paling tepat adalah fasa Rasulullah Salallahu 'alaihi wa sallam karena pada saat itulah tercipta generasi terbaik yang nyaris tak mungkin terulang lagi. Selama ini kita beranggapan bahwa suksesnya da’wah adalah ketika kita berhasil meraih kemajuan teknologi ataupun meraih sebuah kekuasaan. Itu semua sebenarnya adalah buah dari tujuan da’wah yang sebenarnya yakni menciptakan generasi terbaik. Wallahu ‘alam. Semoga ini bisa menjadi renungan bagi penulis.

2 komentar: