Kampus
merupakan miniatur sebuah negara oleh karena da’wah di kampus menjadi hal yang
sangat urgent. Namun, saudaraku tahukah engkau bahwa terkadang kita selalu
mengistimewakan da’wah di kampus tanpa mempedulikan da’wah di tempat lain.
Bukankah seharusnya kita berda’wah di manapun?
” Dan bersabarlah
kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja
hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari
mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti
orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti
hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (Q.S Al-kahfi : 28)
Dan ingatlah
kawan sebesar apapun usaha kita sesungguhnya hidayah itu datang dari Allah dan
kita tak mampu menuntutnya kita hanya berusaha
“Dan jika kamu
(orang kafir) mendustakan, maka umat yang sebelum kamu juga telah mendustakan.
Dan kewajiban rasul itu, tidak lain hanyalah menyampaikan (agama Allah) dengan
seterang-terangnya." (Q.S Al-Ankabut : 29)
Sebuah pengalaman yang saya
rasakan ketika berhari raya Idul Fitri di kampung. Berikut ceritanya
Hari ini adalah tanggal 1 Syawal 1433 H,
sebuah hari yang sangat berbahagia karena ini adalah hari Idul Fitri. Seperti
tahun-tahun sebelumnya, tahun ini pun aku melaksanakan shalat Idul Fitri di
kampung ku. Namun, ada sesuatu yang berbeda sebab pada tahun ini aku tidak
tingga lagi kampung bersama orang tua ku, aku sekarang tinggal di Bandung
disebabkan melanjutkan pendidikan di salah satu perguruan tingggi di kota
tersebut, sehingga aku pun bisa dianggap sebagai pendatang.
Hari
itu berjalan seperti biasa ketika selesai melaksanakan Shalat Idul Fitri, kami
pun meminta ma’af kepada orang lain mulai dari keluarga sampai ke tetangga di
sekitar. Menjadi sebuah celetukan yang sangat menusuk ketika ada diantara
tetangga ku yang berkata “Lukman kemana aja nih, ga keliatan padahal ditungguin
buat ngisi di mushalla. Eh, malah baru datang sekarang”. Kemudian orang-orang
yang berada di sekitar pun mulai berujar “Tau nih, masa ngurusin yang di luar
doang, masa yang disini ga diurusin”.
Berfikir
sejenak, dan ternyata memang benar bahwa selama ini saya kurang dalam berda’wah
di sekitar rumah. Padahal, ladang da’wah terbuka lebar. Aku bukanlah seorang
yang baru pulang dari Mekkah, Madinah, ataupun Kairo yang notabene berisi
mahasiswa yang belajar secara mendalam ilmu agama, aku bukanlah seorang yang
sedang menuntut ilmu agama secara spesifik di Bandung. Tapi kenapa mereka
mengharapkanku?
Saudaraku,
yang menjadi pelajaran adalah terkadang kita merasa da’wah pasti tertolak tapi
apakah seperti itu? Terkadang kita sendiri yang menolak ladang da’wah itu, kita
terkadang merasa bahwa di tempat ini efek da’wah kurang terasa, jadi ga usah da’wah
disini. Tapi apakah seperti itu? Bukankah yang berhak menentukan hidayah adalah
Allah? Terkadang kita terlalu mempetak-petakkan ladang da’wah padahal semua
ornag berhak mendapatkan da’wah.